Oleh: S Stanley Sumampouw

Ormas di Indonesia bisa menarik napas lega. Yang tadinya kembang kempis dan empot-empotan membiayai kegiatan organisasinya, sekarang bisa menarik napas lega dan terbayang hari-hari kedepan akan berlumuran uang batubara yang membawa kesejahteraan bahkan kemewahan.

Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas Keagamaan), membuat  impian indah di kepala jutaan orang. Tidak terkecuali saya.

Saya membayangkan, KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) akan terjadi kesibukan yang luar biasa. KWI yang biasanya hanya ngurusin tetek bengek para Uskup dan gereja Katolik di Indonesia, sekarang harus memikirkan juga bisnis batubara.

Ngomong-ngomong apa sih KWI itu? Begini:
“Konferensi Waligereja Indonesia (KWI; sebelumnya bernama Majelis Agung Waligereja Indonesia atau MAWI) adalah suatu konferensi waligereja yang menghimpun uskup-uskup Gereja Katolik seluruh Indonesia. Sebagai suatu lembaga keagamaan, KWI menggalang persatuan dan kerja sama dari Hierarki Gereja Katolik Indonesia dalam tugas pastoral mereka untuk memimpin dan melayani umat Katolik Indonesia. Melalui wadah ini, para uskup bersama-sama merundingkan dan memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan peribadatan dan kegiatan keagamaan Katolik di Indonesia”.
Begitulah KWI menurut Wikipedia

Saya membayangkan, KWI sebagai organisasi keagamaan yang tidak memiliki kemampuan pengelolaan batubara akan mulai mengadakan seminar-seminar berskala nasional, untuk mencari masukan bagaimana mengelola bisnis batubara yang baik dan benar.
“Gereja Katolik Indonesia Menyongsong Era Baru Era Batubara” atau “Gereja Katolik Indonesia Dalam Inovasi – Tantangan – Keberlangsungan Dalam Sektor Pertambangan 2024.”

Saya membayangkan, para Romo dan Uskup akan mulai terbiasa dengan istilah-istilah SWOT dan ROI serta istilah-istilah pertambangan. Mereka (para Romo dan Uskup) akan fokus dengan mulai menghitung langkah bisnis jangka pendek, menengah dan panjang disertai perhitungan SWOT dan tidak lupa hitungan kapan balik modalnya, atau ROI.

Lalu, karena Gereja Katolik tidak memiliki infrastruktur dan SDM yang siap untuk bisnis pertambangan (batubara), mungkin jalan potongnya (shortcut), kemungkinannya adalah berkerjasama dengan perusahaan swasta diluar Gereja Katolik tetapi kalau bisa punya umat Katolik juga (agar mudah dan tidak macam-macam).
Lalu ada yang menyarankan, sebaiknya Gereja jual konsesi saja. Jual konsesi? Ya, perijinan dan fasilitas milik gereja tetapi yang menjalankannya mitra perusahaan lain. Bagi hasil atau beli putus baik dibicarakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan komersiel demi kemaslahatan umat Katolik Indonesia.

Tiba-tiba pastoran, sekretariat paroki dan kantor Keuskupan diserbu proposal penawaran kerjasama dari berbagai perusahaan dengan berbagai skala.
Kantor sekretariat paroki di berbagai Gereja Katolik terlihat kumpulan orang-orang yang berdiskusi pelan-pelan dan tipis-tipis mengenai pertambangan.
Umat mulai terbiasa dengan melihat orang ke gereja selain bawa alkitab (emang ada ya di Gereja Katolik orang nenteng-nenteng alkitab?) juga bawa map. Belum lagi di doa-doa diselipkan kalimat agar Tuhan merestui dan melancarkan bisnis tambang milik Paroki atau milik Keuskupan.

Setelah beberapa tahun kemudian, Gereja Katolik semakin semarak perkembangannya. Berkat uang tambang, gedung-gedung gereja lancar renovasinya. Fasilitasnya lengkap, hampir semua gereja sekarang ber AC (split), kosterpun (semacam marbot di masjid) menjadi kerjaan yang diperhitungkan, karena gaji dan tunjangannya benar-benar “pertambangan skaleee”.
Umat mulai terbiasa juga melihat Romo yang kesana kemari dengan mobil mewah, moge, dan dibeberapa paroki di pedalaman malah memiliki pesawat pribadi kecil-kecilan.

Orang ke gereja tidak lagi semata ingin mencari dan melayani Tuhan. Tetapi juga, sekalian, mencari kabar bisnis tambang dan peluang-peluangnya. Meskipun cara bicaranya dengan suara pelan hampir berbisik, tapi siapapun tau sama tau apa yang sebenarnya sedang diperbincangkan.

Begitulah…

Tiba-tiba saja saya membaca berita online yang berjudul: ” Uskup Agung Jakarta Ignatius Suharyo mengatakan: Usaha Tambang bukan Wilayah Kami”

Saya terbangun dengan perasaan lega meskipun keringat dingin membasahi tubuh…

Cinere-Depok, Jumat 07 Juni 2024, pk 07.59.

(Penulis tinggal di Depok, Jawa Barat, berprofesi sebagai pengusaha, Ketua Umum Maspolin dan Pemimpin Redaksi dari maspolin.id)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini