Banyumas, Maspolin.id – Dinaikkannya status Gunung Slamet dari normal menjadi waspada, yang belakangan ramai di media sosial, media elektronik maupun media cetak, membuat pakar kegunungapian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto angkat bicara.

Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed, Fadlin mengatakan, terkait dinaikkannya status Gunung Slamet dari normal menjadi waspada oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) adalah wajar, dan itu sudah berdasarkan data yang terekam pada aktivitas Gunung Slamet tanggal 8 Agustus 2019. “Hal tersebut sudah sesuai SOP standar dari Direktorat Vulkanologi Indonesia tentang bencana letusan gunung berapi,” ucapnya melalui rilisnya, Minggu (11/8/2019).

Fadlin yang merupakan pakar vulkanologi, endapan mineral, dan geokimia, itu menambahkan atas berita Koordinator Sistem Informasi Unsoed Ir Alief Einstein MHum mengungkapkan, hal itu adalah respon dari aktifnya pergerakan lempeng di selatan Pulau Jawa, dan menurutnya lumrah. Sebaliknya, kalau tidak ada respon dari gunung api aktif di utara dari batas lempeng itu justru perlu dipertanyakan.

Pria 36 tahun yang juga anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) itu justru mengkhawatirkan situasi tersebut, dimana yang awalnya normal menjadi waspada, dia menjawab, kadang berita di media sosial tentang kebencanaan umumnya akan direspon berlebihan oleh masyarakat, sehingga menciptakan kekhawatiran yang berlebihan pula, terutama masyarakat sekitar Gunung Slamet.

Berdasarkan data-data geologi Gunung Slamet hasil studi teknik geologi Unsoed dan hasil penelitian para ahli geologi gunung api (vulkanolog) Indonesia yang sebenarnya sudah banyak di-publish, masih menunjukkan bahwa komposisi geokimia magma Gunung Slamet yang terefleksi pada produknya berupa batuan gunung api masih bersifat basaltic. Artinya, kalaupun terjadi erupsi pada Gunung Slamet tidak akan begitu berbahaya atau relatif aman, karena karakter letusan yang akan dihasilkan maksimal di level strombolian (seperti percikan kembang api) dengan jangkauan radius aman yakni 1 km.

Dan secara ekstrem momen tersebut bisa menjadi momen untuk berwisata atau geowisata gunung api. “Tentunya pada radius aman tadi,” tandasnya.

Dosen mata kuliah Geologi Ekslorasi dan Geokimia Eksplorasi ini menyarankan kepada pemerintah setempat untuk lebih mengenali karakter bencana geologi yang ada di wilayahnya masing-masing, dengan cara melakukan inventarisasi terhadap karakter dan potensi bencana tersebut, sehingga menghasilkan peta zonasi rawan bencana yang lebih baik dan akurat.

Dalam hal ini, kata Fadlin, harus bekerja sama dengan institusi-institusi terkait, seperti Teknik Geologi Unsoed sehingga situasi-situasi seperti tersebut di atas bisa ditanggapi dengan efektif dan efisien agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat, dan yang lebih penting adalah bahwa data-data tersebut dapat dijadikan acuan atau rujukan dalam membuat regulasi-regulasi dalam pengembangan suatu daerah. (Estanto)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini