Pengantar:
BELAJAR KEBAJIKAN DARI BRIPKA BON ALI.
Ketika kami sekeluarga bulan Oktober 2021 kemaren berlibur ke Jogja, Bripka Bon Ali datang mengunjungi saya. Sungguh saya merasa terhormat dikunjungi oleh seorang Bripka Bon Ali . Seorang anggota Polri yang berpangkat Bintara tetapi karya sosialnya sangat monumental.
Selama ini beliau sudah membangun belasan masjid (14), gereja dan Wihara. Juga menjadi ayah asuh dari ratusan anak asuh, menyantuni panti2 jompo dan pendidikan anak2 yatim piatu dengan Yayasan Bumi Damai .
Bon Ali sudah menerima berbagai penghargaan dari beberapa Kapolri, terakhir Pin Emas dari Kapolri dan juga Kick Andy Award.
Ketemu Bon Ali seperti mengingatkan kita akan kebajikan kita sebagai manusia.
S Stanley Sumampouw
Pemred Maspolin.id

Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan masih banyak polisi jujur di Indonesia. Salah satu sosok yang disebut adalah Bripka Ali Nur Suwandi anggota Provos Bid Propam Polda DIY.
Ali disebut Kapolri sebagai sosok teladan dan pengayom masyarakat karena mendirikan rumah singgah, masjid dan pesantren Tahfiz Al-Quran gratis bagi anak yatim dan kurang mampu. Ia juga aktif membina pemulung dan keluarga napiter di Yogyakarta.
Lalu siapakah Bripka Ali? Serta bagaimana kisah anggota polisi ini tergerak merawat banyak anak yang kurang beruntung?”
Pada Jumat (5/11), kami berkesempatan berkunjung ke Yayasan Rumah Singgah Bumi Damai milik Ali di Kotagede, Kota Yogyakarta.
Sosoknya akrab disapa Bon Ali. Bon adalah nama panggilannya selama nyantri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang milik KH Djamaluddin Ahmad. 16 tahun nyantri di sana, nama Bon melekat karena sosok Ali yang gemar utang di koperasi pesantren saat itu.
“Bon Ali itu kan di pondok, santri paling melarat. Namanya Ali kan banyak pas Ali aku sering ngutang di koperasi jadi Ali Bon. Bon Ali di Pondok tidak pernah kalau enggak utang pasti utang,” kata Pria kelahiran Malang membuka obrolan.
Lahir 17 Agustus 1978 silam, Ali mengaku sudah nyantri sejak usia 5 tahun. Meski lama nyantri, Ali mengaku tak sepandai rekan-rekan lainnya. Meski begitu, petuah-petuah kiai tetap dia jalankan. Dia tak segan membantu berdagang tempe untuk pondoknya.
Restu kiai itu pula yang dia bawa ketika hendak mendaftar Sekolah Calon Tamtama (Secata) Polda Jatim pada tahun 1999. Ali menghadap kiainya waktu itu, menyampaikan niatnya mengabdi pada negeri melalui kepolisian.
“Kiai memberikan restu, dengan restu itu juga ngasih amanah nomor satu kalau jadi polisi harus benar-benar mencintai bangsa ini. Jadi lah polisi yang ada manfaatnya itu yang kedua,” ujarnya.
Anak santri ini pun jadi polisi. Tamtama muda ini ternyata langsung mendapatkan tugas ke Yogyakarta, dia menjadi Propam di Polda DIY tahun 1999 itu.
Sebagai santri yang jadi polisi selain tupoksi kepolisian harus ditaati, amanah dari sang kiai pun harus dipegang teguh.
“Langsung pergi ke desa-desa silaturahmi ke masyarakat yang membutuhkan kita tanya-tanya di mana ada anak yatim,” katanya.
Dalam sunyi, Ali selalu berusaha membantu anak yatim yang dia temui. Semakin lama semakin banyak anak yatim yang dia bina. Tahun 2006, Ali kemudian menikah dengan pujaan hatinya asal Kotagede. Di situ pula yayasan yang dia cita-citakan berhasil berdiri pada tahun 2008.
“Alhamdulillah kita dapat wakaf (gedung) tapi dulu cuma gedung seng,” ujarnya.
Dari satu gedung itu kemudian berkembang menjadi 7 gedung dengan rincian 2 di antaranya milik yayasan. Singkat cerita, kini ada 184 anak yang dia rawat baik itu yatim piatu, anak bermasalah dengan hukum, hingga anak napiter.
“Sekarang ada 184. Kalau dari awal semua sudah banyak sekali,” katanya.
Lalu bagaimana Ali merawat anak-anak tersebut? Ali mengakui bahwa gaji polisi tentu terbatas untuk itu dia bekerja di luar jam dinas. Mulai menjadi satpam, menyewakan sound sistem, menyewakan jasa angkut, hingga berjualan batik.
“Kita punya yayasan harus punya pertahanan, tidak harus mengandalkan orang lain terus. Tapi tidak dari saya saja ada banyak ikut yang bantu seperti Pak Kapolda, Pak Kabid Propam, Pak Kabid Humas juga,” kata Ali.
Pria dengan dua anak ini bercerita, anak-anak asuhnya ini mempunyai kegiatan persis di pesantren lain. Namun mereka juga menempuh pendidikan formal.
Selain itu, ada 13 santri pria dan 17 santri perempuan yang mengaji khusus penghafal Al-Quran. Beberapa santri pun telah lulus sekolah hingga ada yang menjadi polisi seperti Ali.
“Ada yang jadi polisi satu ada mayoritas guru,” ujarnya.
Kegiatan sosial Ali pun saat ini meluas. Yayasan miliknya ini juga mendirikan 13 masjid yang tersebar di Gunungkidul, Kulon Progo, Sleman, dan Nganjuk. Menurutnya itu adalah amanah dari gurunya untuk senantiasa bermanfaat bagi sesama.
“Apalagi yang dibangun di gunung kita melihat simbah yang sudah tua alhamdulillah ada masjid,” ujarnya.
Tak hanya masjid, rumah ibadah lain juga Ali renovasi mulai dari tempat ibadah umat Buddha di Panggang, Gunungkidul. Kemudian merenovasi gereja di Nglipar dan Gedangsari, Gunungkidul. Serta merenovasi masjid di Samigaluh, Kulon Progo.
“Kita juga membangun 11 titik sumur di Gedangsari, Gunungkidul untuk dimanfaatkan 2.000 warga di sana,” kata pria yang aktif di akun IG @bonali17 itu.
Di bidang pendidikan, Ali juga membuat tiga PAUD gratis di Gunungkidul serta membina 600 pemulung di TPST Piyungan Bantul. Sekitar 2.000 lansia di pelosok DIY juga dia bina dan bantu.
“Jompo-jompo di gunung itu ada 2.000, kebutuhan apa, keinginan apa kita bantu. Keinginan bikin masjid kita bikinkan masjid,” katanya.
Pada 2015, dirinya kembali membuat pondok pesantren tepatnya di Pereng, Prambanan. Di sana ada sekitar 50 santri yang tinggal.
Hadiah Sekolah Perwira
Ali tak menyangka bahwa kegiatan sosial yang dia lakukan ternyata mendapat perhatian dari pimpinan. Usai tampil di suatu acara TV, Ali mendapatkan hadiah dari Kapolri untuk sekolah perwira pada 2022 mendatang. Dengan begitu pangkat Ipda akan segera berada di pundaknya.
“Sebenarnya bintara perwira itu sama. Karena kita kalau yang mempunyai kegiatan itu (terpenting) mental saja. Harapannya dengan adanya ini, semakin semangat lagi. Saya harus terus melayani. Hadir di masyarakat untuk membantu,” katanya
Ali mengatakan sampai saat ini pun dia masih menumpang di rumah mertuanya. Meski begitu, cita-citanya tetap satu yaitu membesarkan yayasan miliknya. Dia berharap anak-anak yang kurang beruntung dapat semakin baik dibantu dari daerah mana pun dan agama apa pun.
Ali pun tak lupa berpesan kepada rekan-rekan polisi lainnya agar mencintai bangsa ini dengan penuh kasih sayang. Jadilah polisi yang presisi seperti amanah Kapolri.
“Saya punya semboyan tanamkan lah di dalam jiwa ikhlas tanpa batas dan ikhlas tanpa balas,” katanya.

“Menjadi polisi karena lilahitaalla dan Allah menciptakan kita semuanya hidup hanya satu kali. Di dalam kehidupan kita yang diberikan Allah mari kita gunakan yang bermanfaat,” pungkasnya.
Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto mengatakan jiwa sosial Ali ini muncul sejak dari dulu. Dari 2013, ketika mengenal Ali, sosoknya pun tetap sama yaitu suka membantu.
“Bripka Ali keseharian seperti itu, polisi baik. Saya kenal Ali sekitar 2013 itu ya memang sudah begitu, bangun masjid di mana-mana, kegiatan sosial di mana-mana, panti asuhan, bangun sumur, bangun jembatan,” kata Yuli.
Yuli menjelaskan bahwa sosok Ali bisa menjadi contoh bagi anggota polisi lainnya. Bahwa ketugasan polisi melekat tidak hanya sedang berdinas saja tetapi juga ketika di kehidupan sehari-hari.
“Dalam hal kegiatan sosial kemasyarakatan perlu dicontoh yang bersangkutan juga tidak meninggalkan tugas,” katanya.
Saat ini Bripka Bon Ali juga bahkan telah membantu pembangunan beberapa Gereja dan Wihara.

Bon Ali menerima berbagai penghargaan diantaranya Kick Andy Award serta Pin Emas dari Kapolri.
(Sumber tulisan diambil dari berbagai sumber diantaranya Kumparan).










