Oleh: S Stanley Sumampouw
Beberapa waktu lalu saya membaca di media online okezone dimana seorang bernama Kusrin dihukum dan barang-barang elekronik rakitan yg dibuat dari limbah barang-barang bekas, yang sebenarnya merupakan hasil kreatifitas yang perlu didorong dan dikembangkan oleh pemerintah, dimusnahkan.
Baik saya kutip beritanya sebagai berikut:
Kejari Karanganyar Musnahkan 161 Unit Televisi Rakitan Seorang Lulusan SD
Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Jawa Tengah memusnahkan barang bukti 161 unit televisi rakitan yang di sita dari hasil penggerebekan di rumah Muhammad Muslim bin Amri (Kusrin) warga Sukosari, Gondangrejo, Karanganyar.
Meski hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, ternyata dia handal di bidang elektronik. Namun kehandalannya membuat ia harus berurusan dengan polisi karena memproduksi televisi dari barang bekas dan menjual bebas tanpa izin.
Dia handal merakit tabung-tabung komputer bekas yang dibelinya menjadi televisi, untuk casing dan remote dia membelinya di pasaran yang banyak tersedia lalu untuk kemasan ia memesan kardus sesuai merek. Dia tidak pakai merk terkenal tapi membuat sendiri seperti Veloz, Maxreen, Zener, dan Vitron.
Setiap hari dia berhasil merakit sekitar 30 unit pesawat televisi yang rata-rata ukuran televisi 14 inchi hingga 17 inchi. Televisi hasil rakitannya tersebut kemudian dia pasarkan tak hanya di dalam wilayah Solo Raya saja. Namun hingga ke luar daerah. Televisi hasil rakitannya tersebut oleh terdakwa dijual seharga Rp 600.000 sampai Rp 700.000 tiap unit.
Terdakwa divonis bersalah karena berani memroses dan memasarkan barang elektronik tanpa dilengkapi izin terlebih dahulu dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Atas perbuatannya tersebut Pengadilan Negeri Karanganyar memvonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp2,5 juta.
(news.okezone.com)
Ini contoh salah urus negara yang sangat kasat mata. Bukannya di bina oleh Departemen Perindustrian dan Kementrian Industri Kreatif agar usaha kecil menengah ini dapat didorong dengan diberikan sertifikasi, malah ditangkap dimusnahkan barang-barang hasil kreatifitasnya dan dihukum pula orangnya.
Kalau saja di Tiongkok orang ini pasti sudah berkembang usaha industrinya dengan maju dan mengarah ke konglomerasi baru.
Asal tahu saja, Oppo, Pipo dan Vivo adalah merek2 hp yang di Cina dirakit di kampung-kampung dan diangkat serta didukung penuh oleh pemerintah Cina sehingga menjadi industri yang mendunia dan di Indonesia merajai hp kelas menengah ke bawah.
Masih perlu waktu panjang bagi Indonesia untuk dapat merubah mindset petugas hukumnya dan merubah regulasinya menjadi penunjang industri kecil serta mempersiapkan bangsa ini bukan lagi menjadi RAJA IMPORT tetapi menjadi RAJA EKSPORT.
Dalam foto yang beredar luas, mereka dengan bangga berfoto ramai-ramai memusnahkan barang bukti seakan-akan sudah mengungkap kejahatan besar yang perlu di banggakan dengan diabadikan dalam foto. Mereka tidak menyadari sedang menghancurkan kreatifitas anak bangsa yang sebenarnya perlu dibina dan dikembangkan. Bayangkan jika dikabupaten situ ada industri lokal televisi, berapa banyak pengangguran yang bisa disedot dan berapa banyak bisa tumbuh usaha2 penunjang lainnya.
Kadang saya sedih dan prihatin melihat kebodohan yang dibanggakan di negara ini.
Ada keponakan saya yang bekerja pada bagian hukum di Samsung Indonesia.
Dia bercerita bahwa pasar Samsung habis tergerus oleh Hp Cina secara global didunia. Penyebab utamanya adalah, Samsung dalam berpromosi benar2 hanya mengandalkan anggaran perusahaan Samsung sendiri yang tentunya terbatas.
Lain dengan produk HP dari Cina. Pemerintah Cina ikut campur tangan dalam pemasaran global. Untuk promosi di Indonesia pemerintah Cina memberikan dana promosi yg unlimited budget.
Itulah kenapa kita lihat di Indonesia, sampai di pedesaan terpencilpun ada iklan dan toko hp yg memakai merk Pipo, Vivo dan Oppo.
Luar biasa!!
Sementara disana mereka sudah berpikir bagaimana merajai pasar global dunia, di kita malah pasar potensial yang baru tumbuh dan sudah ada saja dicekik, ditindas, dimatikan dan di kriminalkan.
Luar biasa kemunduran berpikirnya.
Sedih…..
S Stanley Sumampouw, Cinere – Depok – Jabar, Selasa 19 Januari 20










