Oleh: Akbp Shinto Silitonga
Kasubag Opini Divhumas Polri

Saat ini Polri dihadapkan kembali pada dinamika pengamanan Pilkada di 270 propinsi, kota dan kabupaten. Tahapan Pilkada sudah dimulai sejak akhir tahun lalu dan puncaknya akan dilaksanakan pada 23 September mendatang.

Dinamika situasi saat Pemilu 2019 lalu memberi pengalaman berarti buat Polri, utamanya dalam mengelola potensi terjadinya propaganda firehose of falsehood, hatespeech, provokasi isu SARA, black campaign yang dominan terjadi di dunia maya namun berkembang menjadi opini publik. Kasus hoax Ratna Sarumpaet, 10 kontainer surat suara tercoblos, demo tenaga kerja asing di Morowali, direspons massif sehingga menjadi opini publik. Meski polisi bergerak cepat menemukan fakta hukum ketika itu, publik tidak dengan mudah percaya. Masyarakat terpolarisasi akibat opini publik sesat yang sengaja diciptakan konsultan public relation nakal sesuai pesanan pihak tertentu dalam kontestasi politik.

Opini publik sesat harus dikelola dengan kontra opini yang optimal oleh Polri juga masyarakat. Tahun lalu, pengelolaan itu bahkan diorganisasikan dalam Satgas Nusantara yang juga diterapkan dalam Pilkada Serentak 2020. Strategi kontra opini berbasis masyarakat perlu didukung dengan pendekatan humas kepolisian yang tepat.

Penting bagi pimpinan satwil kepolisian saat ini untuk memetakan kekuatan para calon kepala daerah dan memprediksi potensi kerawanan khususnya yang bersumber dari opini publik sesat yang dibangun melalui media sosial. Identifikasi dan inventarisasi potensi kerawanan itu menjadi feedback bagi humas kepolisian untuk menyiapkan para tokoh yang dapat diberdayakan untuk membangun kontra opini. Contoh ketika merebaknya opini sesat tentang demo tenaga kerja asing di Morowali, humas kepolisian setempat tidak hanya perlu merespons hal itu dengan memberikan fakta ke publik namun juga harus masif untuk mendiseminasi fakta tersebut ke para tokoh dan memberdayakan para tokoh itu untuk bersuara di ruang publik setidaknya di media sosial. Humas kepolisian lainnya pun bergerak paralel dengan pemberdayaan masyarakat di wilayah masing-masing untuk tujuan yang sama. Jurusnya jelas, jika pihak tertentu masif membangun opini sesat, harus dihadapi dengan kontra opini yang lebih masif lagi. Untuk itulah, humas kepolisian perlu mengaktifkan sense of crisis masyarakat dan mendorong komunitas membangun kontra opini yang dibutuhkan untuk menjaga situasi dalam masa Pilkada serentak tetap kondusif.

Teringat pada pernyataan Jenderal Tito Karnavian pada masa Pemilu 2019 lalu yang mendorong silent majority untuk berani bersuara membangun kontra opini menghadapi opini publik sesat, begitu pula harapan penulis untuk menggugah masyarakat berani menyatakan kebenaran di ruang publik. Dengan demikian, kontra opini berbasis masyarakat dapat optimal terlaksana.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini