Oleh : Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si*)
Tahun 2021 ditutup dengan prestasi membanggakan dari institusi Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia). Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survey yang menyatakan bahwa tingkat kepercayaan publik kepada institusi Polri mengalami peningkatan menjadi 80,2%, tertinggi sejak 8 tahun terakhir. Burhanuddin Muhtadi yang merupakan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, merilis hasil survei ini pada 5 Desember lalu menyebutkan bahwa Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, berhasil menaikkan trust publik terhadap Korps Bhayangkara. Berbagai gebrakan yang dibuat Kapolri
sejak menjabat Januari 2021 lalu berhasil membuat citra Polri di mata publik meningkat. Salah satunya adalah ketika Kapolri mengakomodir 57 atau 58 eks pegawai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sebelumnya gagal lolos TWK (Test Wawasan Kebangsaaan), untuk menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) di lingkungan Polri.
Lembaga survei lain, Populi Center Survey Institute yang merilis hasil surveinya pada 20 Desember 2021 menyebutkan bahwa Polri meraih tingkat kepuasan tertinggi diantara 5 lembaga penegak hukum di Indonesia. Di urutan kedua ada Mahkamah Agung (MA), disusul Mahkamah Konstitusi (MK), kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan di urutan kelima adalah Kejaksaan Agung (Kejagung). Peneliti Populi Center Nurul Fatin Afifah menjelaskan, tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri karena dinilai mampu menangani beberapa kasus. Selain itu juga karena komitmen Kapolri untuk terus membenahi internal Polri, diantaranya dengan menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran tanpa kompromi.
Apresiasi positif juga diterima Polri dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB). Pada akhir tahun 2021 sebanyak 34 unit kerja di lingkungan Polri meraih predikat zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), sementara 4 unit kerja lainnya meraih predikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Kemudian secara khusus, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mendapat apresiasi dari Kementerian PAN RB sebagai pimpinan perubahan yang berhasil membangun unit percontohan. Menurut Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo, penghargaan yang diberikan dalam rangkaian Hari Anti Korupsi Sedunia, adalah dalam rangka memberikan apresiasi terhadap instansi pemerintah dan unit kerja yang sungguh-sungguh melaksanakan pembangunan zona integritas sehingga masyarakat mendapat pelayanan prima dan berintegritas.
Selain itu, secara pribadi sebanyak 61 anggota Polri juga mendapat anugerah tanda jasa dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, berupa Bintang Bhayangkara Pratama atas pengabdian dan kontribusinya pada negara selama ini tanpa cacat dan tercela. Bahkan Polri juga mendapat penghargaan dari lembaga internasional atas prestasi dan dedikasinya kepada masyarakat. Salah satu Polwan, AKBP Rita Wulandari Wibowo mendapat award dari International Association of Women Police (IAWP) atas prestasi terbaik dalam bidang penanganan kejahatan terhadap perempuan dalam kategori Prevention and Detection of Violence Against Women Award 2020 (Penghargaan Pencegahan dan Deteksi Kekerasan Terhadap Perempuan 2020).
Berbagai penghargaan dan hasil survei yang membanggakan menunjukkan apresiasi masyarakat dan pemerintah tehadap kinerja Polri. Ini juga membuktikan bahwa Polri terus berbenah memperbaiki performanya, menuntaskan reformasi baik secara structural, instrumental maupun kultural. Namun, seperti pepatah mengatakan “tiada gading yang tak “retak”, tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan yang harus terus menerus diperbaiki oleh institusi Polri untuk mewujudkan Polri yang Presisi (prediktif, akuntabel dan transparansi berkadilan).
Data Digelar untuk Menjawab Tagar
Berbagai penghargaan dan hasil survei seolah tidak sinkron dengan opini yang berkembang di media, terutama media sosial. Jika kita cermati, selama tahun 2021 Polri banyak mendapat sorotan miring dan pemberitaan negatif. Beberapa kasus menonjol yang melibatkan oknum anggota Polri sempat viral dan menghiasi platform media sosial selama beberapa waktu.
Muncul tagar (tanda pagar, hastag) seperti #PercumaLaporPolisi, #SatuHariSatuOknum,
#NoViralNoJustice hingga kalimat Polisi diganti Satpam BCA.
Polri memandang, berbagai tagar dan kritik yang muncul adalah wujud perhatian dan harapan masyarakat akan Korps Tri Brata agar lebih baik dalam pelayanan, pengamanan serta kinerjanya. Polri tentu tidak anti kritik, justru menjadikan kritikan masyarakat sebagai bahan introspeksi dan evaluasi dalam rangka menuntaskan reformasi di tubuh Polri. Harus diakui, masyarakat melakukan pengawasan terhadap kinerja institusi pemerintah termasuk Polri dengan caranya sendiri.
Keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat terhadap kinerja Polri selama ini telah banyak melahirkan hasil positif dan produktif. Berbagai tindak kejahatan berhasil diungkap polisi atas laporan dan peran serta masyarakat, seperti pencurian, perjudian, kasus narkoba, prostitusi, bahkan dalam kasus tindak pidana korupsi. Beberapa kasus pungutan liar, aksi premanisme, pengrusakan lingkungan dan gangguan keamanan lainnya berhasil ditangani polisi karena laporan atau unggahan dari masyarakat melalui platform media sosial.
Memang benar, pelanggaran hukum tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil, namun ada juga yang dilakukan oleh oknum anggota polisi. Partisipasi aktif masyarakat yang melaporkan pelanggaran hukum oleh oknum polisi tentu menjadi hal positif untuk institusi Polri. Adanya laporan dan unggahan dari masyarakat atas kinerja buruk oknum anggota polisi menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi institusi Polri untuk terus melakukan perbaikan secara internal, menyusun berbagai peraturan dan SOP (standard operating procedure).
Namun, disisi lain, pemberitaan massif yang menyudutkan institusi Polri dipengaruhi oleh fenomema post-truth yang melanda Indonesia dan dunia beberapa tahun terakhir. Beberapa kelompok masyarakat terlanjur memiliki kebencian terhadap Polri, bahkan ada kelompok masyarakat yang tertanam dalam benak mereka bahwa polisi adalah thoghut (setan) yang menjaga sistem ideolgi kafir. Mereka mencari pembenaran dengan mengumpulkan berita-berita negatif Polri kemudian menyebarkannya dengan berbagai opini dan narasi. Inilah dampak negatif dari badai post-truth.
Post-truth sendiri sejatinya bukan istilah baru. Oxford Dictionaries menyebutkan frasa post-truth digunakan pertama kali pada tahun 1992. Istilah itu diungkapkan oleh Steve Tesich di majalah The Nation, ketika merefleksikan kasus Perang Teluk dan kasus Iran yang terjadi di periode tersebut. Dua peristiwa besar dunia, yaitu pemilihan Presiden Amerika Serikat dan referendum Brexit (British Exit, keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa) pada tahun 2016, menjadikan post-truth menjadi frasa yang booming, meningkat 2000% pengunaannya dibanding tahun 2015. Oxford Dictionaries kemudian menobatkan frasa post-truth sebagai “2016’s Word of the Year”.
Namun sebenarnya, apakah post-truth itu? Oxford Dictionaries mendefinisikan post-truth sebagai, “relating to or denotingcircumstances in wich objective facts are less influential in shaping public opnion than appeals to emotion and personal belief”. ( Berkaitan dengan atau
menunjukkan keadaan di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik daripada daya tarik emosi dan kepercayaan pribadi). Sementara The Cambridge Dictionary mendefinisikan era post-truth sebagai situasi dimana orang argumentasi berbasis emosi dan keyakinan daripada argument yang berbasis fakta.
Dampak dari fenomena post-truth berkembang cepat juga didorong oleh revolusi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang melahirkan banyak platform media sosial sehingga memungkinkan masyarakat mengakses informasi secara bebas tanpa terbatas. Bahkan masyarakat juga memiliki kesempatan untuk menyebarkan informasi melalui berbagai akun di media sosial mereka, seperti Facebook, Twitter, YouTube, Instagram, grup-grup WhatsApp dan lainnya. Jadilah masyarakat bertindak sebagai sumber informasi, pengguna insformasi sekaligus penyebar informasi. Namun tidak jarang informasi tersebut tidak valid, belum
dikonfirmasi kebenarannya, bahkan beberapa orang dengan sengaja menyebar informasi bohong (hoax) atau narasi yang bernuansa ujaran kebencian (hate speech).
Fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki tingkat literasi yang rendah memunculkan dampak buruk dari post-truth. Struktur masyarakat di tanah air masih didominasi oleh kelompok kelas bawah (low class) dimana mereka lemah secara intelektual dan pendidikan (low educated), kurang beruntung secara ekonomi dan keuangan (less fortunate people). Kelompok low class memiliki kecenderungan kurang kritis dalam menerima informasi, belum dewasa dalam berdemokrasi dan menginginkan perubahan yang cepat serba instan.
Kelompok masyarakat low class juga memiliki tingkat rasionalitas yang rendah, berpikiran tertutup dan lebih mengedepankan emosi ketika menyikapi situasi. Mereka lebih senang mencari informasi yang sesuai dengan cara pandangnya untuk memperkuat pendapatnya daripada mencari fakta untuk menemukan kebenaran. Sebagian besar mereka secara massif menyebarkan informasi yang menurutnya benar di akun-akun medsos. Yang mereka cari adalah pembenaran bukan lagi kebenaran.
Jika kita cermati, pemberitaan miring seputar kinerja Polri dan perilaku tidak profesional dari beberapa oknum anggota polisi lebih banyak berasal dari akun medsos. Terkadang berita negatif atau yang bersifat skandal jauh lebih menarik daripada hal baik, seperti prestasi dan
peningkatan kinerja Polri. Data menunjukkan, sampai dengan akhir tahun 2021, Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri mencatat ada 1.694 anggota kepolisian yang mendapat sanksi karena melanggar disiplin, etika profesi maupun pidana. Sanksi yang diberikan pun beragam, mulai dari teguran, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH). Angka ini jauh menurun, 48,7%, dibanding tahun sebelumnya, 2020, dimana jumlah anggota yang ditindak mencapai 3.304, sementara tahun 2019 sebanyak 2.503 anggota.
Disamping menindak tegas oknum anggota yang melanggar disiplin, Kapolri juga memberikan apresiasi dan penghargaan kepada anggota kepolisian yang berpretasi. Tahun 2021, sebanyak 3.152 anggota kepolisian mendapat penghargaan dari Kapolri, mulai dari, Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB), pendidikan-pengembangan, alih golongan, promosi jabatan, dan pin emas Kapolri. Data ini menunjukkan bahwa kedisiplinan dan kinerja para anggota kepolisian semakin meningkat. Dari sisi peningkatan pelayanan, inovasi dan integritas anggota kepolisian tercermin dari banyaknya penghargaan yang diterima unit kerja dalam lingkungan institusi Polri dan hasil survei yang dirilis oleh berbagai lembaga survei.
Meningkatkan Profesionalisme Mewujudkan Polri Presisi
Sejatinya, Polri berbeda dengan partai politik (parpol) dan pejabat politik yang menjadikan opini publik sebagai acuan utama dalam bekerja. Bagi parpol dan pejabat politik, opini masyarakat dan pemberitaan media sangat penting, karena akan mempengaruhi popularitas dan elektabilitas. Sebuah parpol akan hilang dari kancah parlemen ketika tidak lagi disukai dan dipilih oleh masyarakat. Begitu juga pejabat politik, mereka tidak akan kembali menjabat ketika masyrakat tidak puas dengan kinerjanya dan tidak memilihnya kembali.
Sementara Polri bekerja sesuai dengan konstitusi, peraturan perundangan, SOP yang telah ditetapkan dan kode etik profesi. Ada beberapa tugas pokok Polri yang kemungkinan besar tidak akan disukai oleh sebagian masyarakat, yaitu fungsi penegakkan hukum, seperti menilang pelanggar lalu lintas, menahan tersangka, hingga memproses pelaku pidana hingga masuk ke dalam penjara. Fungsi ini berpotensi memunculkan kebencian dan rasa dendam. Karena kecenderungan orang ingin bebas, serba cepat meski melanggar, bahkan seorang pelaku kejahatan pun ingin bebas, atau setidaknya dihukum seringan-ringannya. Jadi, para pelaku kejahatan, pelanggar hukum dan koruptor akan selalu menjadi musuh polisi dalam kapasitas sebagai aparat penegak hukum.
Sebagai aparat penegak hukum, polisi harus bersikap tegas sesuai dengan peraturan perundangan dengan resiko tidak disukai sebagian masyarakat. Opini dan apresiasi masyarakat adalah bonus tambahan yang menjadi penyemangat bagi anggota kepolisian ketika telah bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Sehingga tugas utama yang harus dilakukan oleh seorang anggota polisi adalah meningkatkan kemampuan profesionalisme, berintegritas dan disiplin. Oleh karena itu, fokus utama pembenahan internal Polri adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, dimulai dari proses rekrutmen, pendidikan, penempatan jabatan dan pengawasan.
Langkah kedua adalah memperkuat fungsi humas (hubungan masyarakat). Untuk menghadapi ancaman disinformasi post-truth, kunci dan counter weapon utamanya juga informasi. Ketika ruang siber dibanjiri oleh informasi yang penuh kebohongan, kepalsuan dan ujaran kebencian. Yang menebar ketidakpastian, maka banjiri juga ruang siber itu dengan informasi yang akurat.
(Budi Gunawan, 2021).
Masyarakat perlu mendapat asupan informasi yang adil dan berimbang seputar kinerja serta prestasi anggota Polri. Secara internal, Polri harus lebih kreatif dan inovatif dalam membuat berita. Berbagai platform media sosial dimanfaatkan untuk menyebarkan berita kinerja Polri serta pesan-pesan kamtibmas. Secara eksternal, Polri juga membangun komunikasi yang
harmonis dengan para awak media, organisasi wartawan dan kelompok netizen yang aktif di media sosial.
Langkah ketiga adalah Polri bersama seluruh komponen masyarakat membentuk critical mass (massa yang kritis). Salah satu strategi untuk mengantisipasi disinformasi post-truth adalah dengan membentuk massa yang kritis, yang tidak mudah terprovokasi dan mampu melakukan counter pada berbagai bentuk disinformasi, seperti berita hoax, ujaran kebencian, dan narasi
yang menyesatkan. Langkah dapat dimulai dengan membangun critical thinking (berpikir kritis) pada kurikulum pendidikan, forum-forum publik dengan sasaran generasi muda dan melinial. Kemudian digencarkan gerakan literasi kritis dari para publik figur, tokoh agama, para influencer sehingga para audien, para konsumen informasi lebih cerdas dan kritis dalam membaca konten, mampu mengkaji implikasi penggunaan media dan memiliki sensitivitas akan dampak social dari konten informasi.
Institusi Polri adalah milik kita bersama bangsa Indonesia, baik anggota kepolisian, pemerintah maupun masyarakat luas. Menjadi tanggung jawab bersama untuk mewujudkan institusi Polri yang kuat, professional dan berintegritas. Semoga dengan kesadaran dan partisipasi semua pihak, betul-betul akan terwujud Polri yang Presisi (prediktif, akuntabilitas dan tranparansi berkeadilan).
(* Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Wakil Kasatgas Investasi).











Smoga Kepolisian RI lbh Presisi & Humanis kpd Msyrktnya, krn sejatinya Institusi Polri itu milik Rakyat Indonesia jadi bukan milik perorangan/anggota semata, faktanya jika Jendral Polri tsb sdh purna tugas /pensiun maka ia akan kembali menjd msyrkt biasa sperti pd umumnya, & hal itu sama juga dgn Anggota TNI, termsk dgn Lembaga/ Institusi lainnya.
Jadi pada Pokoknya selama Anggota tsb dlm bertugas Janganlah bersikap Arogan & se-wenang2 kpd Msyrktnya, jadi apabila ada msyrkt awam yg hny melanggar UU saja, hrs ada pertimbangan khusus dari Kepolisian, Kecuali terhdp para pelaku Teroris, Koruptor, Bandar Narkoba, Rampok/Maling & Pelaku Pembunuhan / Pemerkosa yg memiliki Nilai Kejahatan harus di hukum berat termsk pelaku Yang membahayakan Negara, Tapi jika ada msyrkt awam yg hanya melanggar UU saja tapi Tidak Ada Nilai Kriminalnya harus ada toleransi dari penegak hukum & wajib Sgera Hentikan bentuk2 Kriminalisasi terhdp si pelanggar tsb, itulah yg harus ditanamkan sejak ia mendaftarkan dirinya/ masuk menjadi Anggota bagian dari Institusi/Lembaga tsb khususnya Polri
Krn Bentuk Kriminalisasi tsb sama saja sudah Melanggar Ham yg sering dilakukan oleh Anggota Polri/TNI., jika Aparat Negaranya sj sdh melanggar Hukum terkait dgn Ham tsb, bgmn mungkin ia bisa Adil dlm melaksanakan tugasnya sbgai Penegak Hukum Negara RI, nilah yg wajib hukumnya sgera di Benahi agar di tindak lanjuti & harus dilaksanakan oleh Pimpinan Polri/TNI kpd Seluruh Anggotanya, dgn harapan lbh Presisi & Humanis lagi kpd Msyrktnya y pak trimakasih