Profil Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjadi topik bahasan di sejumlah media Tanah Air pasca kabar dirinya resmi ditahan pihak Kepolisian pada Rabu (14/10/2020). Penangkapan ini merupakan tindak lanjut atas dugaan kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Irjen Pol Napoleon beberapa waktu lalu.

Walaupun merupakan jenderal bintang dua, Ketua Presidium IPW, almarhum Neta S. Pane mengungkapkan tidak ada hal menonjol yang ditorehkan Irjen Pol Napoleon selama meniti karir di Polri.

Lantas, seperti apa sosok Irjen Pol Napoleon?

Irjen. Pol. Drs.H.Napoleon BonaparteM.Si. (lahir 26 November 1965) atau lebih dikenal dengan nama Napo Batara, adalah seorang perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang pernah mengemban amanat sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Namun, karena terlibat dalam skandal korupsi, jabatan Napoleon dicopot dan tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020, tanggal 17 Juli 2020. Bonaparte merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988 dan berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Riwayat Jabatan

Berikut adalah riwayat jabatan Napoleon Bonaparte di Kepolisian:

  • Kapolres Ogan Komering Ulu Polda Sumsel (2006)
  • Wadir Reskrim Polda Sumsel (2008)
  • Dir Reskrim Polda DIY (2009)
  • Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri (2011)
  • Kabagbinlat Korwas PPNS Bareskrim Polri (2012)
  • Kabag Bindik Dit Akademik Akpol (2015)
  • Kabag Konvinter Set NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri (2016)
  • Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri (2017)
  • Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri (2020)
  • Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri (2020)

Skandal

Kasus Djoko Tjandra

Saat ini, Napoleon Bonaparte merupakan tahanan kasus suap dari seorang terpidana korupsi Djoko Tjandra. Napoleon Bonaparte terlibat dalam skandal pelarian buron kasus Bank Bali, Djoko Tjandra yang bisa keluar masuk Indonesia. Sementara itu, Djoko Tjandra telah menjadi buronan sejak tahun 2009. Sebagai pejabat kepala Divisi Hubungan International Polri, Bonaparte memiliki peran dalam menghilangkan nama Djoko Tjandra dari red notice—sebuah pemberitahuan yang digunakan oleh Interpol untuk mengidentifikasi seorang buronan internasional—, atau DPO.

Napoleon terbukti menerima suap sebanyak $350.000 Amerika Serikat (RP 5,137 miliar) dan $200.000 Singapura (Rp 2,1 miliar).

Kasus ini pertama kali mencuat, ketika Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan bahwa ada aparat yang terlibat dalam mengeluarkan surat jalan Djoko Tjandra. Keterlibatan Bonaparte dalam hilangnya nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol, dibenarkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono (pada saat itu). Dan tindakan tersebut merupakan pelanggaran kode etik.

Kronologi

Dalam persidangan Bonaparte, Jaksa menyatakan bahwa Tjandra mengenal Bonaparte melalui teman-temannya, yakni Tommy Sumardi dan Prasetijo Utomo. Tommy Sumardi adalah seorang pengusaha kerabat dekat Djoko Tjandra, dan Prasetijo Utomo seorang jendral polisi yang sedang menjabat sebagai kepala Badan Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri, sementara Napoleon Bonaparte menjabat sebagai kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Sumardi kemudian bertemu dengan Bonaparte pada 16 April 2020 di Trans-National Crime Center sambil membawa kantong kertas berwarna merah marun. Keesokan harinya, Sumardi pergi lagi ke tempat yang sama, dan kali ini dia ditemani oleh Prasetijo Utomo.

Bonaparte menerima uang $200,000 Singapura pada 28 April 2020, kemudian $100,000 pada 29 April 2020, dan $150,000 pada 4 Mei 2020. Pada tanggal 4 Mei 2020, Bonaparte menginstruksikan kepada salah satu bawahannya yakni Tommy Aria Dwianto, untuk membuat surat atas nama Divisi Hubungan Internasional dengan judul “Pembaruan Data Pemberitahuan Interpol” kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keesokan harinya, dia membuat surat serupa ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kali ini menginformasikan kementerian bahwa data telah dihapus. Bonaparte menerima lagi uang setelah mengirim surat kedua.

Vonis

Napoleon Bonaparte sudah divonis empat tahun penjara dengan denda Rp 100.000.000 dan subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 10 Maret 2021 Nomor 46/PID.SUS-TPK/2020/PM.JKT.PST, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada putusan banding yang diajukan oleh Napoleon, dan banding ditolak.

Penganiayaan Muhammad Kece

Pada 18 September 2021, Bonaparte diberitakan terlibat dan melakukan penganiayaan terhadap Muhammad Kece, seorang tersangka kasus penistaan agama yang sama-sama ditahan di rutan Bareskrim Polri. Direktur Tindak Pidana Umum, Brigadir Jenderal Andi Rian, menyatakan bahwa kasus tersebut telah diselidiki dan memeriksa para saksi atas peristiwa itu, dan akan menetapkan tersangka kepada pelaku penganiayaan.

TIM REDAKSI MASPOLIN.ID

*** Dari berbagai sumber + Wikipedia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini