Oleh: Drs S Stanley Sumampouw, SH, MBA.

Kemarin, hari Selasa 1 November 2022, media Maspolin.id menurunkan berita mengenai pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dengan judul yang cukup provokatif: “Kapolda Metro: Pengguna Narkoba Tidak Boleh di Penjara.”

Selanjutnya dalam berita tersebut Fadil Imran mengatakan:
“Perang melawan narkoba ini di samping menangkap bandarnya adalah mengobati penggunanya, mencegah dia supaya tidak jadi korban,” kata Fadil di Jakarta, Senin.
Fadil juga mengatakan tidak ada gunanya memenjarakan pengguna narkotika.
“Kalau dia harus dipenjara, berapa biaya negara yang harus dikeluarkan ketika dia harus mendapatkan tempat dan makan selama di dalam lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.

Pernyataan Kapolda Metro Jaya tersebut mungkin adalah akhir atau justru awal (?) daripada perjuangan pemerhati atau Organisasi Anti Narkoba yang selama ini memperjuangkan agar pemakai atau pencandu Narkoba tidak dipenjara. Pemakai atau Pencandu Narkotika adalah korban yang seharusnya di rehab bukannya di penjara.

Selama ini, sebelum pernyataan Fadil Imran tersebut, apa sih kebenaran yang kita tahu mengenai kasus-kasus narkotika di lapangan atau pada kenyataannya?

Bila tertangkap pengguna/pencandu narkoba akan menjadi “mesin atm”. Sudah menjadi rahasia umum selama ini bahwa untuk bisa dirujuk ke Panti Rehab ada biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka. Dan tarif umum yang berlaku ditingkat Polsek berkisar antara Rp30 juta sampai dengan Rp60 juta, bahkan lebih. Setelah memperoleh “assesment” mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya di Panti Rehab narkoba. Biaya tambahan ini “diatur” antara oknum di kepolisian dengan pemilik Panti Rehab. Tidak heran banyak Panti Rehab yang abal-abal dan memiliki fasilitas yang sangat kurang memadai sebagai Panti Rehab Narkoba.
Bagaimana jika para pengguna yang tertangkap dan tidak mampu “membayar” assesment?
Sebagian besar perkara akan berlanjut di Pengadilan dan hal inilah yang menyebabkan penjara melebihi kapasitas dan menjadi beban keuangan Negara.

Selama ini para pencandu selain menjadi korban sindikat narkoba juga menjadi korban para oknum Polisi. Tidak terhitung berapa banyak pemakai narkoba yang bahkan tidak sampai ke kantor polisi karena sudah “dipatahkan” atau di “86”.
Sering saya katakan bahwa selama petugas (oknum) menganggap semua aspek dalam narkotika adalah lahan untuk mencari dan mendapatkan uang, maka penegakkan hukum untuk pengguna tidak mungkin tercapai keadilan. Jangan heran jika bagian Narkotika di Kepolisian menjadi rebutan. Bahkan banyak yang melakukan syukuran jika bisa pindah ke bagian ini.

Perjuangan teman-teman pemerhati dan berbagai Organisasi Anti Narkoba yang memperjuangkan bahwa pengguna adalah juga korban dari perdagangan narkotika dan tidak selayaknya dihukum dan harus mendapat perawatan, bukannya tanpa dasar.

Komjen Pol (P) Anang Iskandar, mantan Kepala BNN, dalam banyak tulisannya sejak lama menentang dihukumnya pencandu narkoba. Dasar pemikiran Anang Iskandar adalah;
Pasal 36 UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika tahun 1961 beserta protokol yang merubahnya menyatakan, pengedaran narkotika bentuk hukumannya disepakati berupa hukuman badan atau pengekangan kemerdekaan. Sedangkan penyalah guna narkotika disepakati bentuk hukumannya berupa hukuman alternatif (hukuman pengganti) yaitu rehabilitasi.

Selanjutnya Anang menulis:
“UU tersebut menjadi dasar dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika. Pasal 4 nya menyatakan, tujuan dibuatnya UU narkotika adalah memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pencandu.” Demikian tulis Anang Iskandar.

Sejak 16 Nopember 2020 Fadil Imran diangkat menjadi Kapolda Metro Jaya dengan TR ST/3222/KEP/2020, tidak terdengar pernyataan beliau yang menyatakan seperti diatas yang sudah kita ketahui bersama.
Sekarang setelah menjelang dua tahun dia menjadi Kapolda Metro Jaya, baru kemarin dia mengeluarkan pernyataan yang melegakan banyak pihak yang mendambakan keadilan bagi pencandu Narkotika.

Terlambatkah pernyataan Kapolda Metro tersebut? Tidak ada kata terlambat untuk perbuatan kebaikan. Hanya saja itikad kuat mendirikan keadilan bagi para pencandu seyogyanya diamankan dan dikuatkan dengan SK atau TR Kapolda Metro Jaya keseluruh jajarannya agar terjadi kesamaan sikap dalam satu komando.

Kita berharap kedepan apa yang sudah dimulai oleh Kapolda Metro Jaya dapat ditiru oleh seluruh Polda di Indonesia atau tidak bermuluk-muluk dapat dikuatkan menjadi TR Kapolri.

Bravo Kapolda Metro!

Penulis adalah Ketum Maspolin, Pengusaha, Pemred Maspolin.id, dan Pemerhati Kepolisian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini